Minggu, 08 April 2018

j u l i d .

baru baru ini ada seseorang yang komentar di sosial media betapa biaya jasa dokter hewan itu terlampau mahal dan tidak wajar. pernyataan yang ia lontarkan membuat teman teman saya, yang notabene adalah mahasiswa kedokteran hewan, lantas mengeluarkan komentar pedas dan menjadi judgemental kepada si pemberi komentar. memposting ulang komentar tersebut di akun sosial media mereka dan lantas menambahkan aneka perkataan penuh pembelaan diri betapa yang dikatakannya adalah salah serta betapa tidak berilmu dan tidak sesuainya pernyataan komentator itu.

halo, kamu yang meninggalkan komentar di sosial media tentang biaya jasa dokter hewan... sejauh mana pengetahuanmu mengenai pendidikan dokter hewan? dan sejauh mana sudah pertimbanganmu atas perbandingan biaya jasa dokter hewan, sebelum kamu memposting komentarmu itu? apa yang menyebabkan kamu begitu emosi dan melabeli kami sebagai dokter hewan adalah dokter yang mementingkan profit daripada keselamatan sang hewan?

apa kamu pernah merasa tidak puas dengan pelayanan seorang dokter hewan terhadap hewanmu, atau apakah kamu pernah mengalami kedukaan karena hewan kesayanganmu tidak tertolong di tangan dokter hewan, padahal sudah merogoh kocek yang tidak sedikit?

terlepas dari berbagai kemungkinan penyebab kamu posting seperti itu.. apa berkomentar di kolom media sosial menyelesaikan permasalahanmu dan membuat biaya jasa dokter hewan jadi murah menurutmu? dan apa kata-kata komentar yang kamu lontarkan sudah cukup sehat sehingga tersampaikan dengan baik serta tidak menimbulkan salah persepsi?

dan, halo kolega-kolegaku... kenapa kok mudah sekali buat kalian menjadi judgemental kepada sang komentator? apa kamu tahu betul alasan dia sampai berani melontarkan komentar seperti itu di sosial media? dan, apa tujuan kalian memposting ulang komentarnya, lalu menambahkan pembelaan-pembelaan dan pemaparan penuh rasa tinggi hati betapa menjadi dokter hewan itu tidak mudah dan lain sebagainya?

sebenarnya, apa sih manfaatnya kalian sebagai calon dokter hewan memposting ulang dan mengomentari perkataannya dengan aneka pembelaan seperti itu? memangnya kalian sudah mempertimbangkan kemungkinan kenapa komentator tersebut melontarkan perkataan seperti itu? gimana kalo dia ternyata berkomentar seperti itu karena dia pernah tidak mampu membayar biaya pengobatan hewan kesayangannya dikarenakan tarif sang dokter hewan yang waktu itu ia datangi terlampau mahal?

dan apakah setelah kalian memposting aneka pembelaan dan ngomentarin balik kayak gitu, sang komentator membaca? apakah sang komentator jadi paham mengenai penyebab jasa dokter hewan memiliki tarif tertentu? dan apakah sang komentator mengerti perjuangan kalian untuk meraih gelar dokter hewan tersebut?

saya paham kalian tau jawabannya.

T I D A K .

sebagai komentator, melontarkan komentar tersebut tidak menyelesaikan masalahnya. dan, t i d a k, komentarnya tidak membuat biaya jasa dokter hewan menjadi rendah. serta, t i d a k , komentarnya tidak bernada sehat sehingga menimbulkan berbagai kontroversi dan menyulut banyak pihak.


T I D A K .

sebagai kolega dokter hewan yang memposting ulang komentar tersebut di sosial media, sang komentator tidak membaca postingan kalian sehingga apapun yang kalian sampaikan tidak tersampaikan kepada dia. dan, t i d a k , sang komentator tidak menjadi paham mengenai sebab musabab adanya tarif demikian dari sang dokter hewan. serta,  t i d a k , yang kalian lakukan tidak menyelesaikan masalahnya, namun justru menyulut para kolega lainnya sehingga menimbulkan suatu masalah baru.

lantas untuk apa kalian melakukan itu semua? jika untuk sebuah pembelaan atas titel profesi, sayang, sang komentator tidak membaca.. kamu membela dari siapa? jika untuk sekedar menumpahkan isi kepala dan ikut-ikutan, sayang, bukankah yang kamu lakukan justru memperkeruh suasananya..?

lalu

untuk apa kamu berkomentar seperti itu di sosial media, wahai komentator? jika untuk sekedar menumpahkan kekesalan hati, sayang, bukankah kata-katamu terlalu keras untuk dinyatakan di media sebesar itu?

ternyata benar ya, Mulutmu adalah Harimaumu. dan sosial media begitu kejam sehingga dapat membesarkan masalah yang kecil dan menimbulkan masalah yang tadinya tidak ada. dengan kebebasan berkomentar, semua orang bisa mengungkapkan apapun yang ia pikirkan, and yet bisa membuat orang lain berkomentar apapun atas ungkapan pemikiran orang tersebut. mungkin karena itulah ada peribahasa:

"Diam itu emas, berbicara adalah perak."
bahwasanya apabila kamu tau apa yang ingin kamu bicarakan itu tidak menimbulkan manfaat apapun, baiknya kamu diam. karena bisa jadi apa yang kamu bicarakan itu bukannya menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru.

tulisan ini dibuat dalam keadaan sadar dan sebagai pengingat pribadi untuk penulis sendiri. terimakasih sudah memberikan saya banyak pelajaran.


---


tau nggak sih, ternyata sang komentator itu adalah seorang pecinta kucing yang sangat amat menyayangi kucing. beliau memposting komentar seperti itu karena kecintaannya yang besar kepada kucing, baik itu kucing yang breed ataupun kucing jalanan. sehingga ia merasa biaya vet yang sebesar itu dirasa berat karena begitu banyak kucing jalanan yang dia temukan yang membutuhkan jasa dokter hewan namun tidak bisa ia selamatkan karena tidak adanya dana yang memadai. coba posisikan dirimu sebagai sang komentator, yang kecewa karena tidak bisa membawa hewan kesayangannya ke vet karena tidak adanya dana. dia mengaku mengerti mengenai sulitnya menjadi dokter hewan dan tingginya biaya yang diperlukan untuk menempuh pendidikan dokter hewan, namun tulisan itu adalah murni hasil kekecewaannya atas apa yang ia rasakan sebagai owner hewan atas jasa dokter hewan.

nggak, saya nggak bilang yang dia lakukan benar -- dengan berkomentar seperti itu di sosial media. saya tahu yang dia lakukan adalah salah karena perkataannya menimbulkan kontroversi dan menimbulkan permasalahan baru. coba deh, komentator, coba kamu juga memposisikan dirimu sebagai dokter hewan, apa tidak menyakitkan membaca komentarmu yang disertai dengan huruf kapital itu?

namun, menurut saya pribadi, yang kalian teman-teman kolega lakukan dengan nyinyirin dia di sosial media juga bukanlah tindakan yang benar. karena kalian nggak menimbulkan dampak baik apapun bagi si komentator. nyinyiran kalian justru nimbulin masalah baru dan mancing pembaca buat ikutan nyinyirin juga. kalian seakan2 menyatakan kalau sang komentator kurang ilmu tentang kedokteran hewan, gak tau susahnya jadi dokter hewan. padahal mah dia tau kok, cuma dia kecewa aja. (ya saya tau cara kecewanya salah tapi maksud saya kalian juga gak benar dengan ngejelek-jelekin dia di sosial media kayak gitu). kalian tulis wejangan dan posting betapa susahnya jadi dokter hewan juga gak dibaca sama si komentator, yang ada cuma sekedar naikin kebanggaan aja "wah ternyata jadi dokter hewan tuh gak sepele ya"

coba si komentator gak asal komen, dan pembaca gak sumbu pendek. kan gamungkin viral kayak gitu.

meningkatkan pride atas profesi bisa dengan cara lain kok, menjadi berprestasi misalnya. bukan dengan ngomentarin balik dan pamer susahnya dapetin titel profesi dari komentaran orang kayak gitu.

coba mulai berfikir dua kali sebelum melontarkan suatu perkataan. mungkin yang kamu anggap sepele bisa berakibat panjang di kedepannya, dan justru nantinya merugikan dirimu sendiri di lain waktu.

dan iya, sebelum kalian nyinyirin saya "sotau dah tentang si komentatornya", ngga, saya nggak sotau kok. iya, saya ngomong sama si komentator. saya juga ngomong sama temennya. dan iya, saya cari tau tentang penyebab dia komen. saya awalnya gak kenal dia, saya cuma memanfaatkan sosial media dari sisi yang berbeda.

---

kurang-kurangin jadi manusia nyinyir dan sumbu pendek. saya tau itu susah, soalnya gak munafik saya juga sering kok kelintas di kepala nyinyirin orang lain. makanya dari awal saya tulis bahwa tulisan ini juga ditujukan sebagai pembelajaran untuk diri saya sendiri sebagai penulis.

semoga tulisan ini bisa menjadi pengingat untuk kita semua yang membaca. mari menjadi pribadi yang lebih baik!





regards,
darayudha.