Karena Cinta Tidak Harus Memiliki.
Oleh: Dara Yudha Nur
Fadhilah.
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit
: 2010
Cetakan
: ke – 2
Tebal
Buku
: iv+256 halaman
Harga Buku
: Rp.40.000,-
Pengarang
: Tere Liye
Daun yang jatuh tak pernah membenci angin…
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah, dan janji masa depan yang lebih baik.
Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekalipun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.
Ibu benar, tak layak mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas. Maafkan aku ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahkan sejak rambutku masing dikepang dua.
Sekarang ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah… biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun… daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
Setiap manusia, pasti pernah merasakan indahnya jatuh cinta.
Indahnya rasa berbunga-bunga ketika bertemu dengan sang pujaan hati, rasa ingin
selalu menjadi yang terbaik untuknya, dan tentunya, rasa ingin memiliki.
Rasa itulah yang dirasakan oleh Tania, seorang gadis yang
awalnya berasal dari keluarga yang kurang mampu. Tania sehari-harinya bekerja
sebagai pengamen untuk menambah penghasilan ibunya yang hanya bekerja sebagai
buruh cuci. Berdua dengan adiknya, Dede, Tania berhenti sekolah dan menghabiskan
hampir sebagian dari waktunya untuk bernyanyi dari mobil ke mobil, mulai dari
angkot, bis kota, hingga pinggir jalan. Bermodalkan sebuah kecrekan yang
berasal dari tutup botol bekas, mereka meraup receh demi receh di kantung baju
mereka yang kumal dan lusuh.
Tania sudah tidak bermimpi lagi untuk bisa bersekolah. Sejak
ayahnya meninggal dan ibunya harus membanting tulang demi menghidupi ia dan
Dede, Tania merelakan pendidikannya dan memilih untuk berbakti kepada ibunya.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan seseorang yang merubah
hidupnya.
Tania kecil yang sedang mengamen, bersama dede yang
kelelahan, kakinya tertusuk sebuah paku payung yang langsung membuat darah
segar keluar dari jemari kakinya yang mungil, kotor, dan tidak beralaskan
apapun.
Saat itulah seorang pemuda datang dan menolongnya.
Membersihkan kakinya dari darah dan kotor, serta membalutnya dengan sebuah sapu
tangan miliknya-agar tidak terluka lebih lanjut. Tidak hanya itu, Tania dan
Dede dibelikan masing-masing sebuah sepatu baru.
Rezeki itu rupanya tidak berhenti sampai disitu. Pemuda bernama Danar yang
menolong Tania itu bersukarela datang kerumah Tania, dan bertemu ibunya. Pemuda
itu berkata, bahwa ia akan menyekolahkan Tania dan Dede sampai tamat. Taklupa
ia mengajak Tania dan Dede ke sebuah toko buku besar, dan membelikan mereka tas
baru, alat tulis baru-aneka perlengkapan untuk memulai sekolah.
Sejak itulah Tania menganggap pemuda itu adalah malaikatnya.
Malaikat yang menyelamatkannya dari jurang kesedihan. Melepaskannya dari dekapan rasa kesulitan.
Malaikat yang kembali menghadirkan terang dalam gelap harinya sepeninggalan
sang ayah. Malaikat yang begitu dermawan, begitu rupawan, begitu sempurna.
Malaikat yang kemudian mengenalkannya pada rasa itu: berbunga-bunga dan selalu
ingin tampil menjadi yang paling sempurna. Malaikat yang kemudian
mengenalkannya pada rasa...jatuh cinta.
Meski pemuda itu berumur jauh lebih tua daripada dirinya.
Tania memendam semua rasa itu sendirian. Tidak ia biarkan
satu orangpun mengetahui rahasia hatinya itu. Ia turuti semua kata Malaikatnya
untuk belajar yang rajin, menjadi yang terbaik, dan membanggakan Ibu. Demi satu
harapan: Malaikatnya memiliki rasa yang sama dengan apa yang ia rasa.
Karena ini semua bukan hanya semata untuk membalas budi baik
sang Malaikat atas perlakuannya di bis kota bertahun-tahun sebelumnya.
Tetapi, apakah semua usaha Tania berujung manis? Akankah ia
mendapatkan hati sang Malaikat? Apakah pada akhirnya Tania mengungkapkan semua
perasaan yang ia pendam selama ini? Dan mungkinkah kisahnya berakhir bahagia, seperti cerita-cerita dongeng dalam mimpinya?
Novel ini disajikan begitu manis dan menggugah. Hadir dengan
judul yang unik, yakni: Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin, Tere-Liye
berhasil menguak sisi penasaran saya dan membuat saya tergerak untuk membaca
novel dengan sampul berwarna hijau ini.
Tere-Liye dengan gaya bahasanya yang khas membuat saya
seakan terbawa larut dalam tutur cerita dalam novel ini. Dengan berisikan
kurang lebih 256 halaman dan dituturkan dari sudut pandang Tania, novel ini
menguak tentang perasaan yang terpendam, rasa jatuh cinta sendirian, dan rasa
akan cinta yang tidak terbalas.
Bahasa yang cenderung ringan, gaul, dan simpel membuat novel
ini cocok untuk dibaca dari kalangan remaja hingga dewasa.
Meski begitu, novel ini memiliki kekurangan yakni dari segi
fisik, kertas yang digunakan dalam novel ini berwarna kuning kusam sehingga
tampak seperti buku lama. Alur cerita yang maju mundur juga sedikit
membingungkan.
Terlepas dari kekurangannya, novel ini sangat baik untuk
dibaca dikala senggang. Terlebih, bagi para remaja yang mulai mengenal cinta
dan merasakan rasanya cinta yang tidak berbalas.
Cinta tidak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini. Dia memang amat sempurna. Tabiatnya, kebaikannya, semuanya. Tapi dia tidak sempurna.Karna hanya cinta yang sempurna.
-Tania-
Happy reading!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar